Seni dalam Memilih Teman / The Art of Choosing Friends (Part 1)

22:45 rafi 2 Comments



GengGong Pertemanan
Ketika GengGong mengantarkan saya ke Bandara - Another special moment through my life

Ketika menjadi pemilih adalah sebuah kebutuhan 


"Some people think it's not okay to choose which one should be your friends, It might be true but for me, in this mad world, choosing friends is necessity to secure yourself from getting bad influence" - Me, to my beloved youngest brother
Dalam beberapa tahun terakhir, aku sering berdiskusi dengan sahabatku, Merliana, yang masih bergelar mahasiswa (bukan karena telat lulus, namun memang telat masuknya). Aku dan merli berteman sudah lebih dari 9 tahun (sejak SMP kelas 3). Takdir telah membawa kami untuk sebangku selama satu tahun lamanya. Kala itu, Merli, Eldina, Tuti, dan aku pun membuat satu geng yang bernama GengGong. Please don't ask me the definition of this, intinya geng ini adalah teman mainku selama satu tahun tersebut, titik.

For me, GengGong is sort-of a miracle, for the first time of my life, I was feeling needed and my existence through the world, where I belong to someone, and I became special to them
Yaps, GengGong telah berhasil membuatku menerima dan membuka diri, bahwa tidak semua orang jahat, tidak semua berdampak buruk, tidak semua akan membicarakanmu di belakang, tidak semua akan mengatakan dirimu Banci, tidak semua akan mendekatimu karena kamu pintar. Yaps, basically mereka memang sudah pintar-pintar. Kami dikumpulkan dalam satu kelas unggulan. Dari sekitar 40 orang, 37 orang diantaranya cewe, dan 3 orang lainnya pria. That's 1:12 for you. Entah mengapa, di angkatanku, entahlah atau mungkin seumuranku, bagi anak-anak cowo belajar bukanlah suatu prioritas. Aku yang kala itu telah taubat menuju jalan yang lurus, telah menyadari bahwa belajar itu bukanlah hal yang melelahkan, bahkan terkesan menyenangkan, banyak hal yang baru, yang ternyata sangat menarik untuk dipelajari. Sense untuk belajar ini, somehow cukup membantu dalam pembentukan pola pikir untuk menerima hal-hal yang dianggap tabu bagi seumuranku.

Perlu dicatat, menjadi GengGong, bukan berarti aku menutup diri dengan teman sekelas lainnya. Justrul karena aku telah masuk kelas unggulan, aku merasa sangat senang kala itu, tidak ada lagi drama untuk mencari alasan agar tidak ikut main dengan teman lainnya, karena aku yakin, mereka ini para ambitious yang punya mimpi besar dalam hidupnya. Seperti biasa, kelas unggulan atau kelas plus pasti 2 kelas yang paling ketat dalam persaingan prestasi dan namun paling kompak dalam hal apapun namun. Dalam lomba menghias mading, puisi, pidato, dan lomba lainnya there must be that talented person, haha. Tapi pastinya kelas-kelas ini kalah dalam lomba berbau olah-raga cowok (yaiyalah isinya cuman 3 jantan), namun unggul buat lomba-lomba olahraga cewek. Entahlah, cewek-cewek terpelajar biasanya ga manja dan ga takut keringatan, pasti unggul dalam hal-hal sepak bola cewek dan volley!

Say no more to examination drama, say no more to bullying drama. Because you won't hear any bullying in this prestigious class
Semua memiliki ceritanya masing-masing. Alasan mengapa mereka cukup ambitious untuk mau menyisihkan waktu untuk belajar.  "These people will make something great through their life" yaps, at least itu yang aku percaya dan dapatkan. Terutama untuk GengGong. Merli, yang selalu menjadi juara umum di SMP, wanita yang berprinsip teguh dan bermimpi besar untuk menjadi "manusia unggul" di negeri ini. Motivasi belajarnya simple, mengubah nasib keluarga. Iya, lahir dari keluarga tidak mampu, bukan berarti kau akan tetap pada kelas itu, kan? Jika dilihat, merli punya potensi penuh untuk terjun di dunia politik ataupun pengembangan komunitas. Idk, It's on her blood to care with others!


If you are born poor, it's not your mistake. But if you die poor it's your mistake - Bill Gates
Begitupun Eldina dan Tuti. Walaupun keduanya ingin menjadi guru, namun walaupun akhirnya mereka menjadi perawat,  tapi mereka tetap pada karir yang mulia. Dan lagi-lagi himpitan ekonomi tidak bisa menjadi penghalang untuk mendapatkan pendidikan tinggi, dan mereka telah melampaui hal tersebut.

Sejujurnya, sejak dulu, aku cenderung untuk memilih teman yang seperti ini. Mereka telah didewasakan oleh jalan pikir dan tujuan. Kesenangan bukanlah hal yang harus dicari sejak dini, namun pantas untuk diperjuangkan. Hidupku bukanlah hidup hambar yang diisi oleh kegiatan belajar, boleh bersenang-senang, tapi harus ada moment yang pas. Bukan kegiatan yang didapat setiap hari, sampai terlena, lupa waktu, dan tau-tau semua telah terlambat. Hasilnya? Momen itu jadi kenangan dan terasa spesial, loh!

Memilih teman adalah sebuah seni, ora et labora, yang semua akan indah pada waktunya. Menjadi pemilih dalam pertemanan, tidak berarti kau adalah orang yang tidak bisa menahan atau menjaga diri dari lingkungan sekitar. Karena somehow, benteng pertahanan diri bisa saja melemah dengan konflik yang ada. Disitu bisa jadi kau terpengaruh, loh 😕 Pilihlah yang bisa menginspirasimu, encourage, yang bisa diajak jalan bareng-bareng, support each other whenever you're on the bottom or the top, dan pastinya tidak mengajakmu ke jalan subhat atau penuh dengan keabu-abuan.

PS. Tulisan ini dibuat sebagai catatan pada penulis pribadi, adik dan keluarga khususnya, serta teman-teman remaja yang masih bingung dalam dunia pertemanan. Haha

You Might Also Like

2 comments:

  1. So true omg! Saya ngerasain banget apa yang abang rasakan. Tidak ada salahnya dalam memilih teman, karena kita juga perlu men-secure diri kita dari godaan hal demikian! Btw, abang sedewasa ini sejak dulu? haha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Got it!

      No not really, bahkan berdasarkan tes kepribadian waktu di ITB, w disuggest untuk jadi anak yang lebih mandiri dan percaya diri lagi hahahaha, untunglah cepat disadarkan oleh BK ITB lol

      Delete