Hubungan Manusia

23:48 rafi 2 Comments


This photo somehow astonished my feeling, at least as a human (http://www.thestyleexaminer.com)
Malam ini aku mau berbagi satu cerita.

Entah mulai sejak kapan, namun aku mulai khawatir tentang status lajangku. Ntahlah. Umurku masih 23, namun kurasa aku sudah masuk ke quarter life crisis. Krisis yang biasanya dirasakan anak-anak muda umur 25, yang mulai panik memikirkan karir yang tak kunjung naik, jodoh yang tak kunjung ketemu, tabungan yang tak begitu banyak, dan masih banyak lagi.

Krisis ini biasanya membuat penderitanya galau, panik, dan ingin mendapatkan semuanya dalam 1 waktu.

Tidak mungkin. Namun itulah yang terjadi. Mungkin aku tidak begitu panik, tapi gejalanya mulai tampak. Bisa jadi karena jenuh, bisa jadi karena aku kurang sibuk. Setidaknya aku belum menemukan banyak abang-abang mentor bayanganku yang begitu. Mereka tak pernah terlihat galau, namun prestasi tidak perlu ditanya lagi. 5 tahun diatasku namun sudah Forbes 30 under 30. 5 tahun diatasku namun sudah memiliki 1000 karyawan. Ingin? Jelas. Namun aku tidak begitu tau mau bikin apa. Biarlah buku-buku yang aku baca mengantarkanku. Atau malah keadaan (?) Kita lihat saja nanti.

Masih terkait status. Apalah yang ingin dikejar? Menikah masih belum mau, karena ga yakin mau memberi makan apa. Berpacaran? Hmmmm, menarik, namun aku siap tidak untuk berkomitmen? Waktu me time berpotensi berkurang, tapi tak apalah untuk dicoba.

Karena belum menemukan yang menarik di dunia nyata. Aku memutuskan untuk menggunakan satu aplikasi bernama Tinder. Aku set profile ku dengan benar. Aku ga begitu memajang foto tampan, karena emang ngga. Paling tidak bisa cukup menggambarkan diriku lah. Terlihat gemuk, hidung pesek, namun tidak begitu jelek, puji diriku sendiri.

Haha, swipe by swipe. Berasa milih katalog cewe. Sejujurnya aku ga begitu suka idenya. Karena aku akan menjadi judgmental disana. Melihat cewe hanya berdasarkan tampang dan body, walaupun berbincang pun belum terjadi.

Aku ga begitu pemilih, tapi ya ga asal swipe juga. Waktu demi waktu, match bermunculan. Beberapa aku coba ajak cerita. Ada yang merespons baik, banyak yang merespon seadanya, minta di-approach banget sih, pungkasku. Ada juga yang ga merespons sama sekali (yang ini mah positif thinking aja. Doi coba-coba terus uninstall). Haha, aku menghibur diriku.

Bagi mereka yang merespon seadanya, aku coba pancing. Kunaikkan sedikit tempo dan keseriusannya. Eh, aku di-unmatch. Haha. Baiq, mungkin dia lelah.

Sudah 5-8 orang ku coba chat, tidak begitu menarik. Bukan dari penampilannya. Kalian tahu aku feminist kan, aku memandang semua sama. Lantas, aku hentikan sementara. Selain kuota swipe abis, aku juga perlu istirahat, pungkasku.

Ada 1 waktu, aku harus ke Semarang. Buat mengantar sepupuku sekolah. 800km ain't no joke, tho. Tired af. Bored, semua bercampur jadi satu. Selain perdebatan kecil dengan sepupu konservatif, baik itu dari cara mereka berbicara, atau memandang rendah wanita, sampai juga ke perdebatan Politik. Haha, semua kami jalani biar seru.

Ada 1 waktu aku kembali membuka aplikasi ini. Di semarang. Jadi ya posisi menyesuaikan lah ya. Match! Aku biarkan dulu, karena aku juga lelah dan ga tau mau chat apa. Aku diamkan sampai aku kembali ke Jakarta. Aku cek lagi. Ada yang terlihat menarik. Aku chat, aku ajak bercerita. Ingat ya, saat ini belum pernah nemu cewe yang chat duluan di Tinder. Walaupun aku tak akan men-judge mereka, atau mungkin udah kodratnya, atau mungkin ya simply mereka ga mau curi start. Malu (?)

Baik. aku cerita. Aku tanyakan masih kuliah atau tidak, dimana, jurusan apa. Hobby, Interest, semua aku gali. Aku disini mau coba skill deep convo ku. Paling tidak bisa menggali teman-teman secara mendalam. Sembari mencari kesamaan. Atau malah ketidaksamaan. Keduanya menarik untuk dijadikan bahan. Memulai percakapan itu sulit loh! Aku harus akui itu. Tapi ketika kamu sudah nemu 1 celah dan titik. Dang! It will be fruitful af.

Ada 1 momen ketika lawan bicara mulai terbuka. This is the best part. Akhirnya dia mulai terbuka untuk masuk ke flow pembicaraan juga! Disini lo akan benar-benar memulai mengenal pribadi secara lebih baik dan nyata. Udah ga ada lagi celah judgmental berdasarkan raut wajah di profile. Tapi semua berjalan karena kalian punya intent mengenal satu sama lain.

You know what. Since Im looking for a friend, here. Waktu udah hanya perkara angka. Aku ingat sekali kami memulai pembicaraan di sekitar jam 11an. Dan berakhir di jam setengah 2. Ini hanya perkara mata yang emang udah lelah juga. Tapi aku baru sadar banget, it's not about you chat with stranger. Ini tentang hubungan 2 manusia, yang punya kesamaan, juga perbedaan, dan keduanya terbuka dan terus berbagi. Sangat tidak terasa. Tapi aku bahagia. Bahagia karena akhirnya aku punya teman baru. Aku punya teman selain Antari 2012, ataupun adik sebagai teman sekamar, ataupun teman media social yang semu dan jarang banget jumpa! Hahahahaha. It's been a long time since I have really deep convo, terakhir banget ngobrol sama 2 sahabat aku di kost-an, hingga jam 3-an. And that's it! Berbicara hubungan manusia itu menyenangkan, kan?

2 comments:

Flashback Minggu Lalu - Kontemplasi

23:46 rafi 0 Comments




Belakangan ini, banyak sekali yang aku fikirkan. Dari hal kebermanfaatan, iya, aku ngerasa kurang bermanfaat banget. Hidup hanya untuk diri sendiri, sedikit banget bisa berbagi dengan orang lain. Hingga masalah galau mau berkarir atau mungkin berbisnis. Ada hal yang ingin aku coba, dengan bekal 2 tahun bekerja. Setidaknya aku sudah mengerti basic melayani customer secara professional. Karena ujung-ujungnya, memang mereka revenue generator kita. Ada lagi masalah orang tua. Sang ayah agaknya sedang gundah-gulana, ada lagi satu penyakit yang belum terindikasi apa.

Ia semakin tua, umurnya sudah 64 tahun. 1 tahun diatas Rasulullah SAW. Namun ia masih bekerja! Bukan, bukan lagi hanya mengurusi 2 adikku yang masih sekolah, melainkan mengurusi juga anak-anaknya yang tidak terlihat untuk berubah. Aku pinta dia untuk tak mengurusi mereka, dia bilang kalau ini yang dirasakan orang tua. Ah! Setidak mengerti itu kah aku? Disini kesabaranku diuji, aku beri waktu 3 bulan ayahku, biarlah aku mencoba mengelola toko itu, pungkasku.

Ada lagi masalah! Aku bertengkar dengan Bunda ku. Perkara pilkada. Aku berasa muak soalnya, menyebar hoax sana sini, tanpa mengasih bukti. Aku tanya kenapa, disangka aku melawan. Masih belum cukup umur katanya. Lantas apa gunanya aku sekolah, kalau aku tidak berfikir kritis. Belum lagi bicara data. Dengan segala judge yang ada, jika tidak terdapat angka dan bukti dibelakangnya. Mana bisa aku terima. Astaghfirullah, se-level Bundaku saja yang S1 bisa termakan berita Hoax, apalagi dibawah sana?

Aku berfikir. Agaknya gelar sarjana tidak begitu menentukan apakah seseorang punya daya kritis atau tidak. Paling tidak, untuk mengecek kebenaran deh. Bisa jadi karena malas literasi, judul berita sudah bisa dihakimi, yasudah tarik kesimpulan (?) Kan tidak begitu caranya, pungkasku. Apapun itu, sebelum share yah dibaca, kalau dirasa ga cocok, stop sampai disitu. Kecuali kamu menganut paham politik berkepentingan, apapun akan dilakukan untuk menang!

Terakhir.  Aku terdiam. Hatiku sakit, air mataku tetiba keluar. #RIPHaringga pungkasnya. Aku ngga tau harus berkomentar apa. Yang kulihat adalah 1 manusia yang dikeroyok massa. Sampai-sampai meregang nyawa. Innalillahi! Kok tega?! Sesama manusia, satu nusa, satu bangsa, dan berwarna darah sama. Bagaimana mereka sanggup melukainya? Seumur-umur aku hidup, menggoreskan dan melukai seseorang jarang terpikirkan. Tidak sanggup. Karena aku selalu meletakkan diriku diatas sepatu orang. Setidaknya berempati, dan berfikir Bagaimana aku diposisi saat itu, Astaghfirullah, tidak ada nyawa semurah liga sepak bola. #RIPHaringga #JakmaniaBerduka #RIPHumanity. Innalillahi wa Inna ilaihi raji'un.

0 comments:

Pencari Tanda, Sampai Lupa

23:14 rafi 0 Comments


Benarkan Tuhan itu ada?
Aku bertanya.
Bisakah aku merasakannya?
Aku bertanya.
Bagaimana caraku bicara dengannya?
Aku bertanya.

Logika ku sulit mencapai itu.
Terkesan tak ada bukti
Tak ada jawaban
Lantas bagaimana aku menerima-Nya?

Aku berfikir ulang.
Aku melihat sekelilingku.
Lingkunganku semrawut, pungkasku.
Lantas?
Aku pun berfikir lagi.
Se semrawut apa?
24 jam waktuku tetap sama setiap harinya.
Matahari menyengat, namun masih bisa ku toleransi.
Bumi berputar di garis edarnya.
Sama dengan 8 planet lainnya.
Bahkan matahari itu sendiri bergerak mengitari galaksi.

Itu tidak semrawut.
Itu sudah diatur.
Sedemikian rupa, sampai kau tidak menyadari.
Mungkin Dia benar!
Dia sedekat itu, lebih dekat dari urat leherku.
Aku yang dibutakan logika.
Sehingga tidak melihat tanda-tandanya.

O Tuhan, maafkan hamba!


Minggu, 16 Sept 2018

0 comments:

Sedikit pikiran Generalist

00:02 rafi 0 Comments


Unrelated Image

Salah satu kekurangan dari Generalist itu ..... banyak banget yang mau dipelajari :") Dari pekerjaan pinginnya bisa ngerti berbagai hal, kalo bisa dari sisi technical oke dan business acumen apalagi. Then, selesai ngantor, pingin belajar hal lain. Dari desain grafis, editing video, komunikasi, bisnis, ekonomi, menyelesaikan target baca buku, menulis, menjadi vlogger, dan masih banyak lagi.

The perks, banyak ketertarikan bisa menyibukkan lo dari hal-hal yang kurang berguna. Instead of swipping-up your social media's home, lo bisa mulai ngerjain interest lo yang lain. However, ada kekurangan juga. Lo jadi ga fokus banget. Iya, kalo lo ga prioritasin, yang ada malah skill lo biasa aja, ga ada yg melampaui bagus. Generalist boleh, tapi beberapa skill harus cukup dalam dijalaninnya.

How to?

List. Prioritize. Do what the most important and you're really hope can do the most. Inget 20:80 rules. 20% skills but somehow can manage 80% of the result. Ini mangkanya mengerjakan hal-hal yang paling penting perlu diselesaikan secepatnya. Lakukan ketika otak masih segar (meaning di pagi hari), barulah kalau sudah selesai bisa move on ke hal lain. Rules ini bisa lo aplikasikan ke banyak hal, salah satunya belajar. Misalnya gini, kalo ujian, kerjakan yang termudah dahulu. Karena semakin mudah tentunya semakin besar soal tersebut benar, kan. Instead of ngerjain soal tersulit dan waktu lo akhirnya habis (yang mudah-mudah malah ga kelar), ya mending lo ngerjain termudah dulu. Karena konteksnya lo mau dapat nilai tertinggi.

Kalau kerjaan? Prioritize hal yang paling penting. Hal-hal yang mesti banget ada dalam waktu cepat, kalo ngga acara gabisa jalan, haruslah diprioritasin lebih dulu. Jika keduanya sama penting, bisa liat mana yang perlu secepatnya buat atur strategi.

Contoh, lo diminta ngerjain Monthly Business Deck dan Campaign evaluation. Semua diawal bulan. Dan semua penting. Yang pertama untuk update result di bulan lalu, yang kedua penting untuk nentuin campaign approach yang udah dilakuin works atau ga.

Mana yang akan lo pilih? Am gonna prioritize the second one. Karena sifatnya urgent, dan emang perlu banget di awal bulan. Sehingga semakin cepat kelar, semakin cepat strategi campaign di adjust untuk bulan ini. Nah, yang pertama bukan berarti ga penting loh. Yang pertama bisa dipake untuk buat strategi dengan jangka yang lebih panjang, namun jelas, perlu rencana yang lebih matang dan comprehensive serta data yang mendukung. Both important, but which one is the urgent one?

Sip.

Sekian curhatan mendadak gue sebagai Generalist.

Selamat malam :)

0 comments: