Sebuah Perjalanan dan Pembelajaran Spiritual
Sebuah cerita terkait perjalanan spiritual dalam membaca Al-Qur'an dan Terjemahan
Vibes pilkada telah usai. Namun rasa-rasanya, masih banyak yang tidak terima dengan hasil yang ada. Beberapa diantaranya menyalahkan isu SARA yang belakangan semakin panas. Pak Basuki atau Ahok yang lahir sebagai ras chinese atau tionghoa serta agama yang dianggap tidak merepresentasikan mayoritas Indonesia, dianggap tidak layak untuk memimpin kota Jakarta, at least, bagi banyak orang yang tidak mendukungnya. Belum lagi kasus penistaan agama yang tampaknya, bukan lagi hal yang penting untuk dibahas, karena toh ahok telah kalah, mungkin.
Well, sebagai seseorang yang selalu berpikiran terbuka terhadap isu-isu yang ada. Sewaktu berdiskusi dengan ayah perihal surat Al-Maidah ini. Tiba-tiba aku menjadi teringat salah satu jalan spiritual yang pernah aku lewati. Iya, sejak SD aku mulai berfikir mana agama yang benar, Tuhan mana yang akan aku pilih, kenapa harus ini, kenapa harus itu, semua pertanyaan dalam fikiran itu, aku coba jawab dengan nalar yang aku miliki. Silahkan katakan dan judge saya sebagai penganut cocoklogi, karena semua yang ada di dunia ini, somehow memang ada kaitannya. Dan akan lebih masuk akal dengan science dan uji coba tentunya :)
"Sebuah kibasan sayap kupu-kupu, bisa jadi men-trigger tornado di benua Amerika" - Butterfly effect theoryOke, lanjut ke cerita awal yah. Penting untuk diketahui, bahwa orang tuaku sejak dulu men-doktrin kami untuk beribadah TANPA memberitahukan esensi dan makna di balik beribadah itu sendiri. Semua hanya dibekali kisah-kisah keajaiban jika kita beribadah kepada-Nya. Ini memberi output yang sangat tidak baik, kami selalu menganggap slow jika meninggalkan sholat. Sholat dilakukan hanya 2 kali sehari, yaitu subuh dan maghrib. Itupun karena dipaksa. Kebiasaan ini terbawalah sampai SMA.
Di SMA kelas 1, tidak begitu berpengaruh terhadap perjalananku mencari Tuhan. Sampailah di kelas 2, aku masuk kelas plus atau unggulan. Dimana teman-teman cowok saya cukup alim. Akupun memulai untuk beribadah, yah terjadi peningkatan dari 2x sehari, hingga 4x sehari. Jika ditanya alasan, aku mungkin belum bisa menjawab untuk saat itu, masih mencoba-coba untuk beribadah kepada-Nya. Sampailah di kelas 3, aku mengambil les persiapan SBMPTN, bersama teman-teman semua, aku mulai membiasakan sholat 5 waktu. It really means to me, karena aku mulai merasa kedamaian dan benefit ketika aku sholat. Bahkan, sholat menjadi salah satu jalan untuk curhat dan berharap kemudahan agar lulus PTN. You may call me "Hamba with Benefits" and it's definitely not really pure from my heart.
"Kamu berharap bertemu dengan Tuhan, tapi kamu sendiri tidak berusaha untuk mencarinya." - Sebuah perkataan temanSampailah aku di ITB, salah satu universitas terbaik di Indonesia. Ternyata, orang-orang yang ada di dalamnya, juga luar biasa religious. Aku begitu saat senang saat itu, dan berharap bisa belajar banyak dari mereka. Di kampus ini, tidak peduli banyaknya tugas yang diberikan, ketika waktu sholat masuk, banyak yang berlomba-lomba untuk sholat. Selama disini, jarang aku melihat musholla yang sepi. At least di jam Dzuhur, Ashar, dan Maghrib.
"Yuk ah sholat dulu! Biar tenang dulu ngerjain tugas-tugas ini" - (Lagi-lagi) sebuah perkataan temanSampailah titik dimana aku mulai bertekad untuk mempelajari Islam lebih lanjut. Aku lupa apa yang memotivasi aku saat itu, tapi yang jelas aku merasa bersemangat untuk mempelajari Al-Quran. Karena selama ini, aku membaca dan membaca bahasa arab saja, tanpa mengerti apasih arti dari tiap bacaan itu. Semua berjalan dengan lancar, sampai suatu ketika, langkahku terhenti. Ada yang ganjal! Aku menemukan suatu terjemahan, tepatnya surat Al-Maidah ayat 51. Dalam Al-Quran tersebut, diartikan bahwa
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menjadikan orang Yahudi dan Nasrani sebagai teman setia(mu); Mereka satu sama lain saling melindungi. Siapa diantara kamu yang menjadikan mereka teman setia, maka sesungguhnya dia termasuk ke dalam golongan mereka ....." (Al-Maidah: 51)Apa yang aku baca, sangat bertentangan jauh terhadap apa yang aku alami dan yakini. Selama ini, hampir semua sahabatku adalah orang-orang non-muslim. Mereka baik, mereka selalu mengingatkan aku untuk sholat, tapi berdasarkan Al-Quran yang aku baca, apakah aku harus menjauhi mereka? I don't want to hate and judge anyone over their religion. No, it's definitely wrong!
Sejak itu, aku terus kepikiran terhadap ayat tersebut. Bahkan aku menghentikan program "1 Hari 1 Halaman" ku. Lebih tepatnya, aku memutuskan untuk tidak membaca Al-Quran lagi pada saat itu. Sampailah suatu ketika, di dalam mata kuliah Agama dan Etika. Pada saat presentasi kelompok, aku memberanikan diri bertanya kepada kelompok tersebut, Jujur, aku lupa mereka presentasi tentang apa, tapi harusnya berkaitan dengan ini. Mereka tidak berani menjawab. Karena yang aku tanyakan terkait tafsir.
"Berdasarkan surat Al-Maidah ayat 51, yang berbunyi (seperti tulisan diatas), apakah aku harus memutuskan tali pertemanan ataupun persahabatan yang telah aku jalin? Jujur, hampir seluruh sahabat dekatku adalah orang-orang non-muslim (orang kristen), mereka baik kok, dan bahkan mengingatkan aku untuk sholat." - Sebuah pertanyaanKarena yang aku tanya berkaitan dengan tafsir. Maka dosen agamaku, Ibu Qori'ah, menjelaskan bahwa ayat tersebut, ternyata turun sewaktu nabi Muhammad SAW akan melakukan suatu perjanjian dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani (saya lupa nama perjanjiannya) di Mekkah. Namun, ternyata orang-orang Yahudi tersebut telah berencana untuk berkhianat terhadap perjanjian tersebut. Nah, sebelum perjanjian itu ditanda-tangani, turunlah ayat ini. Jadi, konteksnya adalah, surat ini turun sebagai suatu sejarah. Aku diminta silahkan saja tetap berteman dengan sahabat-sahabatku, asal tidak melampaui batas. Nah, melampaui batas yang bagaimana? Menurut ustadz Quraish Shihab, sampai melebur ke kepribadian, akhlak, ataupun semacamnya. Sampailah kita menyamakan dia dengan diri kita dalam konteks aqidah. (Selengkapnya lihat disini)
Menariknya, surat yang sempat membuat aku galau ini, selalu muncul di tiap Pemilu gaes. Awliya yang tertulis dalam Al-Quran diartikan sebagai pemimpin, padahal dari apa yang aku baca lebih diartikan ke orang kepercayaan, wali (berdasarkan pak Quraish Shihab), ataupun Teman setia. This issue always bring this up, kind of, whatever it takes, a Leader should come from Muslim no matter what. Padahal, it's not that simple right? Di negara Demokrasi ini, setiap WNI yang berkelakuan baik, bisa saja mencalonkan diri menjadi pemimpin. Tapi, masa iya sih, seorang kandidat, akan langsung gugur atau unofficially eliminated karena agama yang dianutnya? Is it that simple to choose a leader? Kasusnya persis seperti pencalonan Ahok dan Anies sebagai Gubernur. Shall we judge Ahok based on his religion? Not his track records, programs, and achievements?*
*please keep in mind, it's not part of black campaign but examples.
Entahlah, tapi yang jelas dalam koridor perjalanan spiritual-ku, setiap apa yang aku lakukan, akan diminta pertanggungjawabannya. Termasuk memilih pemimpin, kan? Bayangkan jika pemimpin yang kita pilih, ternyata korupsi dan malah membawa kerugian bagi banyak orang. Hayoloh, siapa yang mau bertanggungjawab? Dan apa yang akan kalian katakan kepada para Malaikat nanti? So, sejujurnya, agama yang dianut oleh calon pemimpin tersebut tidaklah begitu penting, menurutku. Masih banyak hal yang penting untuk dipertimbangkan. Karena ini bukan lagi masalah aku dengan pemimpinku, tapi kemaslahatan umat.
Jadi, keep open minded gaes! Please, do not spread the hate and racism. A leader has been chosen, and this would be our responsible to keep our new leader on his tracks. And hopefully, you guys, please consider anything smartly and wisely in the future.
My Faith Journey as a Moeslim |
Woah, konsep yang bagus. Btw di setiap quran terjemahan, tulisan di Al-maidah itu sebagai teman dekat kok. Bahkan di bbrp artikel in english juga aku baca itu ternyata hanya bagian dari sejarah (mirip seperti yg mas deskripsikan). Ibarat kata gini, masa sih for the rest of our live, Bangsa Yahudi dan Nasrani sifatnya bakal semua begitu? Kan ngga juga :( Too judgemental dong agama ini hehe. Wallahu a'lam
ReplyDeleteNah itu! Diriku sendiri ga bisa menerima kondisi, for the rest of my life, I might not see any good Jews or Christian, these are so wrong! Pasti ga gitu deh konsepnya, gue gabisa judge suatu kaum seburuk itu, karena gue tau kalo gue sendiri ga pernah memilih untuk terlahir menjadi bangsa mereka, kan? Entahlah!
DeleteThis comment has been removed by a blog administrator.
ReplyDelete