Berani bicara tentang Suicidal thought? Let's give it a try!

22:59 rafi 0 Comments


“And he suddenly knew that if she killed herself, he would die. Maybe not immediately, maybe not with the same blinding rush of pain, but it would happen. You couldn't live for very long without a heart.” ― Jodi Picoult
Have you ever had any suicidal thought? 

No one might be interested to tell their something about it. Depression, suicidal, is not something you used to talk in the shiny day, right? Because many person would tell you "to be strong enough" or "get over with it" or "don't be overthinking" or "Don't be baper" and etc. 


If you, by any chance, someone who ever said that to your friends whom ever believed you to talk his/her problems, then please spare your time and listen. Even if you can't provide any solution, by simply listening to his/her problem will be really meaningful tho :)



----------------------------------------------------

Mungkin banyak orang yang akan berkata "Rafi itu orangnya kuat, tegar, mana mungkin punya pemikiran se-liar itu". Unfortunately, you only see what I want you to see. Ga banyak orang yang tahu dulu gue sempet punya fikiran-fikiran ekstrim dikarenakan sakit hati, panik bukan main karena masalah yang ga pernah dibayangkan akan datang, dan bingung. Suicidal thought yang pertama tuh datang waktu gue masih SD. Iya, masih SD. Gue udah sempet cerita tentang satu waktu gue di-bully sama teman-teman -dan bahkan- Guru (sang manusia yang harusnya digugus dan ditiru) ikut membully gue. Sudahlah cuman punya sedikit teman, malah pake drama bermusuhan. Habislah sudah. Rafi pada titik itu, benar-benar kesepian.


Depression by Leafscience

Pemikiran-pemikiran "Should I end this life? No one love me anymore. They hate me. No one likes me, what's the point of living then?". Ada waktu pernah berfikir begitu. Ingin rasanya menghilang dari dunia, toh ga akan ada yang sayang dan peduli, kan? Alhamdulillah, Tuhan masih sayang sama gue. Fikiran-fikiran tersebut langsung terganti dengan hal positif lainnya. Iya, dulu aku masih punya Mama, dan Ayah, serta abang dan kakak -yang walaupun- selalu diisi dengan berantam layaknya kakak-beradik pada umumnya. Mereka satu diantara alasan yang buat gue mengurungkan niat gue saat itu. Ada juga aku masih punya teman bermain rumahan, walaupun sering dianggap anak bawang.

Satu hal penting, no one knew I have this feeling, coz I am that person, who always keep it myself dan ga mau merepotkan orang lain.

At this turning point moment, I change myself as a whole. Membuktikan apa yang mereka omongkan salah, bahwa aku tidak bodoh, dan aku bisa. 

Hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun. Jarang sekali bully-an diperoleh setelah aku berubah dan membuktikan. Ada sih, jokes-jokes lama kalo gue banci lah, main sama perempuan terus lah, gendut, jelek, item. Surprisingly, udah ga ambil pusing lagi dan cukup hidup sesuai dengan apa yang gue anggap benar. Benar kalau aku ini suka main sama perempuan, mau gimana lagi, dulu ga pernah ngerasa cocok sama lingkungan mereka. Yang merokok lah, nonton bokep di kelas lah, mengindahkan jokes yang merendahkan perempuan lah, seolah-olah perempuan tuh cuman objeks seks doang. That's not my value. Sorry!

SMA juga lumayan lancar, dan terkesan udah mulai pada dewasa. Udah semakin bodoamat juga sama apa yang orang fikir. Emang sih kadang suka cemburu, kok mereka bisa beli baju yang mahalnya na;udzubullah, sepatu mahal, pake acara bawa mobil segala, dsb (ala-ala ABG ga gaul tukang iri :p). Namun ya, tetap pada penderian dan berada di jalan yang benar. Paling tidak, di lingkungan positif. Udah itu aja cukup.

Kuliah? Hmmm. Harusnya mental udah sangat baja dong?! Udah ga pernah lagi ngerasain yang namanya Bully, Alhamdulillah. Semua dibuktikan dengan prestasi. Mental udah baja kah? Tidak disangka, ada 1 momen yang bikin gue ciut banget. Cuman 1 orang yang tahu gimana strugglingnya gue untuk ngatasi masalah ini.

Perlu dicatat, ini masalah sepele banget, berubah jadi hal yang ga sepele hanya karena gue berfikir secara berlebihan dan ga jernih.

Jadi gue waktu itu H- sekian berangkat ke Magelang, untuk mengikuti pelatihan militer dari beasiswa yang gue terima. Gue dipercaya sama donatur untuk menjadi Penanggung jawab (PJ) univ, alhasil pegang tiket keberangkatan. Ada 1 waktu, gue habis makan bareng sama temen gue. Di tempat makan, cerita-cerita, terus yaudah gitu pulang. ASTAGHFIRULLAH, Tas gue tinggal dong. Untunglah laptop ditinggal di Lab ..... Yang menjadi masalah adalah, gue megang 60an tiket beasiswa cabang bandung kalo gasalah :( Gue panik, se-panik-paniknya. Gue cuman cerita sama 1 sahabat gue, gimana cara ngatasinnya. 

Ada solusi cepat yang gue bisa fikirkan, gue ingin menyakiti diri sendiri, entah itu tabrakan, terus yaudah gitu gue ga sadar, dan ..... berfikir "mungkin masalah akan selesai." 

Gila aja, ini benar-benar momen gue berfikir se-cetek itu! Gue cerita ke sahabat gue, dan dia meminta gue untuk tenang. Semua masalah pasti ada solusinya.

Gue tarik nafas dalam-dalam, mencoba tenang, sambil terus mencari di seputaran tempat makan tadi. Dan ..... ga ada yang nemu. Bapak/ Ibu pemilik warung juga ngerasa ga ada yang tinggal. Yasudah, nasi sudah menjadi bubur. Mungkin sudah ada yang mengambil. Waktunya untuk diikhlasin.

Tiket ini bagaimana? Gue tenangin, berfikir jernih, cari cara di google, nemu. Dan mau ga mau, karena sifatnya komunal, aku harus cerita dengan pihak yayasan! Alhamdulillah, karena dibelinya atas nama yayasan/ organisasi sosial, kita ga perlu ngumpulin KTP satu-satu. Great!

Tau ga sih, hal-hal yang gue takutin seperti apa? Sampe-sampe berfikiran cetek kayak begitu .....
1. Anak-anak ga akan bisa berangkat, padahal ini momen paling penting bagi sebagian besar orang
2. Beasiswa gue dicabut
3. Yayasan akan marah besar ke gue 
 Ternyata, ngga ada 1 hal pun yang terjadi. Yayasan sangat meng-apresiasi gue yang bertindak cepat dan ngomong langsung ke mereka. Dengan senang hati gue menawarkan diri untuk tetep bertanggung jawab penuh atas tiket ini. Dari segi pencetakan di stasiun terdekat, semua akan gue lakukan koordinasinya. Dan jelas, beasiswa gue ga dicabut, ngga ada yang marah, dan kita semua bisa berangkat bareng-bareng buat ngerasain 10 hari momen dilatihnya kepemimpinan kami.

Shit happens. This is life. And anything worse you would think gonna happen, usually end-up only in your thought, not in the reality. Face and overcome it. Semua ada solusinya. Coba cerita dengan orang-orang terdekat buat dapat insight yang mungkin bisa lo pake buat ngatasin masalah-masalah tadi. 


Sip.


Aku punya beberapa kenalan yang punya suicidal thought. Ada yang muncul karena masalah cinta, ada yang muncul karena masalah akademis, ada juga yang muncul karena tekanan secara tiba-tiba, dan ketidaksiapan sang korban. It's not you aren't strong enough, tapi memang keadaan sedang menguji dan menempahmu menjadi orang yang lebih bijaksana. Yang pasti, God won't test you more than what you could take for. Seberat apapun itu, pasti lo bisa lewatin. Cari orang terpercaya, jika memang masalahmu dirasa perlu bantuan orang lain. Just in case you don't have or they aren't available yet. Feel free to contact me via Instagram/ any social media ya! Gue akan coba spare waktu untuk kalian!


"Suicide won't solve anything, it only passed these problems to those who loves and cares you, with heavier burden" - Anonymous

Thanks and Cheers!


Communicate by ef.com

You Might Also Like

0 comments: