Flashback Minggu Lalu - Kontemplasi

23:46 rafi 0 Comments




Belakangan ini, banyak sekali yang aku fikirkan. Dari hal kebermanfaatan, iya, aku ngerasa kurang bermanfaat banget. Hidup hanya untuk diri sendiri, sedikit banget bisa berbagi dengan orang lain. Hingga masalah galau mau berkarir atau mungkin berbisnis. Ada hal yang ingin aku coba, dengan bekal 2 tahun bekerja. Setidaknya aku sudah mengerti basic melayani customer secara professional. Karena ujung-ujungnya, memang mereka revenue generator kita. Ada lagi masalah orang tua. Sang ayah agaknya sedang gundah-gulana, ada lagi satu penyakit yang belum terindikasi apa.

Ia semakin tua, umurnya sudah 64 tahun. 1 tahun diatas Rasulullah SAW. Namun ia masih bekerja! Bukan, bukan lagi hanya mengurusi 2 adikku yang masih sekolah, melainkan mengurusi juga anak-anaknya yang tidak terlihat untuk berubah. Aku pinta dia untuk tak mengurusi mereka, dia bilang kalau ini yang dirasakan orang tua. Ah! Setidak mengerti itu kah aku? Disini kesabaranku diuji, aku beri waktu 3 bulan ayahku, biarlah aku mencoba mengelola toko itu, pungkasku.

Ada lagi masalah! Aku bertengkar dengan Bunda ku. Perkara pilkada. Aku berasa muak soalnya, menyebar hoax sana sini, tanpa mengasih bukti. Aku tanya kenapa, disangka aku melawan. Masih belum cukup umur katanya. Lantas apa gunanya aku sekolah, kalau aku tidak berfikir kritis. Belum lagi bicara data. Dengan segala judge yang ada, jika tidak terdapat angka dan bukti dibelakangnya. Mana bisa aku terima. Astaghfirullah, se-level Bundaku saja yang S1 bisa termakan berita Hoax, apalagi dibawah sana?

Aku berfikir. Agaknya gelar sarjana tidak begitu menentukan apakah seseorang punya daya kritis atau tidak. Paling tidak, untuk mengecek kebenaran deh. Bisa jadi karena malas literasi, judul berita sudah bisa dihakimi, yasudah tarik kesimpulan (?) Kan tidak begitu caranya, pungkasku. Apapun itu, sebelum share yah dibaca, kalau dirasa ga cocok, stop sampai disitu. Kecuali kamu menganut paham politik berkepentingan, apapun akan dilakukan untuk menang!

Terakhir.  Aku terdiam. Hatiku sakit, air mataku tetiba keluar. #RIPHaringga pungkasnya. Aku ngga tau harus berkomentar apa. Yang kulihat adalah 1 manusia yang dikeroyok massa. Sampai-sampai meregang nyawa. Innalillahi! Kok tega?! Sesama manusia, satu nusa, satu bangsa, dan berwarna darah sama. Bagaimana mereka sanggup melukainya? Seumur-umur aku hidup, menggoreskan dan melukai seseorang jarang terpikirkan. Tidak sanggup. Karena aku selalu meletakkan diriku diatas sepatu orang. Setidaknya berempati, dan berfikir Bagaimana aku diposisi saat itu, Astaghfirullah, tidak ada nyawa semurah liga sepak bola. #RIPHaringga #JakmaniaBerduka #RIPHumanity. Innalillahi wa Inna ilaihi raji'un.

You Might Also Like

0 comments: